Selasa, 25 September 2012

Analisis atas Artikel Opini



Belajar menulis artikel opini tidak hanya membolak-balik membaca teori menulis. Itu memang penting. Membaca teori menulis hanya ibaratnya Anda latihan perang. Belajar menulis harus ditingkatkan dengan terus menulis sendiri. Ibarat Anda disuruh terjun ke medan peran. Segala teori menulis mulai dipraktekkan. Oleh karena itu, tuangkan tulisan-tulisan Anda setiap waktu.

Salah satu membantu membantu kemampuan tulis menulis Anda adalah menganalisis artikel opini orang lain. Analisis ini akan menjadi seperti pisau yang terus terasah tajam. Kapanpun Anda siap menggunakannya. Ketajaman pisau ini semakin bermakna bila Anda pandai menggunakan pisau analisis ini. Di bawah ini Anda diberikan cara menggunakan pisau analisis ini berupa 12 poin pertanyaan yang Anda harus jawab semua. Bila belum bisa Anda jawab, maka Anda harus merubah tulisan Anda agar memenuhi persyaratan di dalam check list di bawah ini. Di bawah check list itu, penulis juga menyertakan dengan analisis tulisan atas artikel opini dengan judul Tamparan Menuju 2014 dari Saldi Isra. Selamat mencoba!

Check list dalam menilai tulisan Anda

_____ 1. Claim Anda dapat dibahas, spesifik dan berfungsi sebagai mini-thesis
_____ 2. Setiap paragraf hanya berisi satu tujuan utama yang dinyatakan dalam claim (kalimat topik)
_____ 3. Anda memilih data bukti sebelum menulis artikel opini daripada menggunakan "metode memasukkan kutipan di sini."
_____ 4. Anda mengintegrasikan data bukti (kutipan) dengan apik dan enak dibaca ke dalam tulisan Anda sendiri.
_____ 5. Anda tidak memasukkan kutipan panjang ke dalam tulisan Anda. Anda memilih kutipan pendek dan bermakna.
_____ 6. Data bukti Anda tidak dapat berdiri sendiri tetapi menghendaki perhatian melalui pemahaman yang mendalam atas teks (close-reading) dan penjelasan.
_____ 7. Di dalam paragraf tubuh karangan Anda akan menggunakan lebih banyak waktu untuk menjelaskan HOW bukti tekstual berfungsi atau WHY penting daripada menjelaskan atau menafsirkan tentang WHAT.
_____ 8. Kebenaran umum tidak hanya berupa mengikhtisarkan kutipan atau menyatakan kembali kutipan dengan menggunakan bahasa yang berbunga-bunga
_____ 9. Kebenaran umum menjelaskan HOW kutipan berhubungan atau menunjukkan claim Anda.
_____ 10. Kebenaran umum Anda menjelaskan WHY kutipan itu penting untuk mendukung pernyataan thesis artikel opini Anda.
_____ 11. Kebenaran umum menghadirkan hal spesifik di dalam kutipan (diksi pemahaman yang mendalam, identifikasi dan penjelaskan literatur atau perangkat retorika: metafora, anthropomorphisme, ethos, logos, pathos dan sebagainya).
_____ 12. Kebenaran umum Anda tidak terlalu jauh dalam penafsirannya.


Pernyataan Thesis: Pasangan Jokowi-Ahok merupakan pasangan alternatif dari partai politik yang melakukan proses secara tertutup dan tidak baku

Claim I: Fenomena Jokowi-Ahok dapat mengalahkan Foke-Nara

Topic Sentence in the 1st Supporting paragraf: Foke-Nara harusnya menang
Tamparan Menuju 2014
Oleh Saldi Isra

Tanpa harus menunggu perhitungan akhir Komisi Pemilihan Umum Daerah, hasil pemilihan gubernur DKI Jakarta: pasangan calon Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Joko-Basuki) menang atas pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (Foke-Nara).

Bahkan, tak perlu lama pula, Fauzi Bowo pun langsung memberikan ucapan selamat kepada Jokowi. Dalam batas penalaran yang wajar, hasil pemilihan gubernur DKI Jakarta seharusnya dimenangkan oleh pasangan Foke-Nara. Selain posisi Foke yang petahana gubernur DKI Jakarta, pasangan Foke-Nara didukung pula oleh koalisi Partai Demokrat, Golkar, Hanura, PAN, PKB, PBB, PMB, PKNU, PPP, dan PKS. Berdasarkan hasil pemilu anggota DPRD DKI Jakarta 2009, koalisi tambun (over-size) parpol pendukung Foke-Nara ini meraih lebih dari 73 persen suara pemilih.
Supporting Paragraph: Jokowi-Ahok harusnya kalah
Sementara itu, masih dalam batas penalaran yang wajar pula, harusnya duet Jokowi-Basuki tak masuk putaran kedua, apalagi memenangi pemilihan. Selain bukan petahana di DKI Jakarta, Jokowi-Basuki hanya didukung oleh PDI-P dan Gerindra dengan dukungan suara kurang dari 16 persen pemilih. Jikalau hanya melihat basis dukungan parpol, capaian Jokowi-Basuki dapat dinilai amat fenomenal.
Supporting Paragraph: Sebab Jokowi-Ahok menang
Dari berbagai perspektif, kemenangan Jokowi-Basuki adalah bentuk kemenangan akal sehat dan sekaligus kehancuran pragmatisme parpol pendukung Foke-Nara. Dikatakan begitu, gejala umum yang berkembang, parpol lebih mengandalkan dukungan uang dan kekuasaan daripada figur yang punya pemahaman kuat terhadap kebutuhan rakyat.
Supporting Paragraph: Logika pemilih mengalahkan logika parpol1
Merujuk bentangan fakta hasil pemilihan gubernur DKI, yang perlu dapat apresiasi adalah logika pemilih tak mau ditaklukan oleh logika parpol. Bahkan, saat parpol berjalan dengan logikanya sendiri, berapa pun banyak dan besarnya koalisi dibangun, pemilih mampu membuktikan, daulat rakyat lebih mangkus dibandingkan daulat parpol.
Supporting Paragraph: Kekalahan Foke-Nara harus dibaca sebagai bentuk hukuman nyata pemilih bagi parpol yang tak peduli dengan suara rakyat
Apabila diletakkan dalam konteks target yang hendak dicapai dari pemilu, kekalahan Foke-Nara harus dibaca sebagai bentuk hukuman nyata pemilih bagi parpol yang tak peduli dengan suara rakyat. Bahkan lebih jauh dari itu, hasil pemilihan gubernur DKI benar-benar menjadi tamparan hebat di tengah hegemoni parpol menuju Pemilu 2014.
Claim II:
Hadirnya duet Jokowi-Basuki tetap harus dipandang sebagai bentuk hegemoni parpol dengan proses yang sentralistik (top-down).

Supporting paragraph: Pasangan Jokowi-Basuki sebagai eksperimen PDI-P dan Gerindra
Tetap sentralistik

Hadirnya pasangan Jokowi-Basuki memang terbilang unik. Selain pendatang baru di tengah belantara politik Jakarta, keduanya lebih tepat dikatakan sebagai eksperimen PDI-P dan Gerindra di tengah "kerumunan" parpol yang sejak semula cenderung merapat ke Foke-Nara. Karena itu, tidak terlalu berlebihan pendapat politikus senior Partai Golkar, Zainal Bintang, hasil Pilkada DKI menunjukkan bulan madu politik pencitraan dan parpol yang hanya berorientasi pada kekuasaan sudah di ujung senja (Kompas, 22/9).
Supporting Paragraph: Tawaran tokoh alternatif juga ada pada pasangan Faisal Basri – Biem Benjamin.
Sebetulnya, tawaran untuk memilih tokoh alternatif tidak hanya bersumber dari duet Jokowi-Basuki. Ketika putaran pertama, Faisal Basri-Biem Benjamin juga hadir sebagai calon alternatif. Dengan adanya calon alternatifyang tidak tunggal, keberhasilan pasangan Jokowi-Basuki membuktikan bahwa calon alternatif masih perlu dukungan mesin yang efektif untuk meraih dukungan pemilih. Tanpa itu, bukan tidak mungkin nasib yang menimpa Faisal-Biem akan berlaku pula kepada Jokowi-Basuki.
Supporting Paragraph: Hadirnya pasangan Jokowi-Basuki belum merupakan hasil dari sebuah proses parpol yang terbuka dan partisipatif
Terlepas dari keberhasilan pasangan racikan PDI-P dan Gerindra ini, apabila boleh sedikit menoleh ke belakang, hadirnya pasangan Jokowi-Basuki belum merupakan hasil dari sebuah proses parpol yang terbuka dan partisipatif. Dengan posisi itu, hadirnya duet Jokowi-Basuki tetap harus dipandang sebagai bentuk hegemoni parpol dengan proses yang sentralistik (top-down). Untungnya hasil pilihan hegemoni masih bisa diterima pemilih sebagia tokoh alternatif.
Supporting Paragraph: Pasangan Jokowi-Basuki bukan hasil dari proses terbuka dengan pola bottom-up tetapi kaku, tanpa pola dan tertutup.
Sekiranya Jokowi-Basuki ditawarkan sebagai hasil dari sebuah proses yang terbuka dengan pola yang bottom-up, kehadirannya akan kelihatan lebih elegan dan orisinal. Banyak kalangan berpikir, dengan proses yang partisipatif, parpol dipaksa memiliki pola yang demokratis dalam mengajukan calon guna mengisi jabatan politik strategis, termasuk dalam pengisian jabatan kepala daerah. Tanpa sebuah pola yang baku, hegemoni parpol sulit dipangkas. Dalam proses pemilihan gubernur DKI, misalnya, parpol bisa menawarkan calon alternatif yang diterima rakyat. Namun, karena pola internal yang tidak baku dan tak terbuka, sangat mungkin di tempat lain terjadi perilaku yang sebaliknya.
Claim III: Kehadiran tokoh alternatif di Pemilu 2014 suatu yang tidak mungkin

Supporting Paragraph: Sejauh ini belum kelihatan partai membuka dan menyediakan ruang bagi calon alternatif
Menuju 2014

Merupakan pilihan bijak sekiranya kita segera keluar dan meninggalkan euforia kemenangan duet Jokowi-Basuki. Menuju Pemilu 2014, terutama pemilihan presiden (dan wakil presiden), berharap kepada parpol untuk menghadirkan tokoh alternatif sangat mungkin seperti seekor burung pungguk merindukan bulan. Bagaimanapun, sejauh ini belum kelihatan partai membuka dan menyediakan ruang bagi calon alternatif.
Supporting Paragraph: Parpol lebih banyak memosisikan diri sebagai “perahu” bagi elite tertinggi menuju 2014
Kalau ada yang berpandangan bahwa kemunculan Jokowi-Basuki membuka peluang munculnya kader potensial dari internal parpol yang selama ini terhalang hegemoni elite tertinggi parpol menuju Pemilu 2014, pandangan demikian akan segera terkoreksi. Melihat gejala saat ini, parpol lebih banyak memosisikan diri sebagai “perahu” bagi elite tertinggi menuju 2014. Pola yang mapan terbangun, posisi  sebagai elite tertinggi parpol menjadi semacam jalan bebas hambatan menuju posisi RI-1atau RI-2.
Supporting Paragraph: Kader potensial yang berasal dari internal parpol yang berpeluang jadi calon alternatif sulit muncul ke permukaan.
Karena itu, kader potensial yang berasal dari internal parpol yang berpeluang jadi calon alternatif sulit muncul ke permukaan. Dalam hal ini, figur seperti Teras Narang dan Ganjar Pranowo (PDI-P), Jusuf Kalla dan Hajriyanto Tohari (Golkar), Yuddy Chisnandi (Hanura), Lukman Hakim Saifuddin (PPP), Fadli Zon (Gerindra), serta puluhan nama lainnya tak mungkin menjadi figur alternatif. Mereka hanya mungkin hadir sekitarnya parpol melakukan pross perekrutan yang bottom-up dan terbuka
Supporting Paragraph: Calon alternaif dari luar parpol jauh lebih sulit
Kalau yang dari internal tidak mudah, tentunya calon alternaif dari luar parpol jauh lebih sulit. Merujuk aturan yang ada, kesulitan ini benar-benar jadi jalan buntu karena tak tersedianya ruang bagi calon perseorangan (yang bukan diajukan parpol) menjadi calon presiden. Karena itu, figur seperti Moh Mahfud MD, Anies Baswedan, Irman Gusman, Imam B Prasodjo, Teten Masduki, dan sederetan nama lain sulit hadir menjadi calon sebagai alternatif. Bahkan kalau publik mendesak PDI-P dan Gerindra mengajukan Jokowi kembali sebagai calon alternatif menuju Pemilu 2014, kedua parpol ini pasti akan menolak.
Supporting Paragraph: Akan munculnya calon alternatif dalam Pemilu 2014 hampir mustahil terjadi
Dalam batas-batas tertentu, hasil pemilihan gubernur DKI Jakarta memberi sedikit “kemewahan” dalam panggung politik negeri ini. Namun, kemewahan akan munculnya calon alternatif dalam Pemilu 2014 hampir mustahil terjadi. Kemustahilan itu hanya mungkin meluruh kalau parpol mau dan mampu menghambil pelajaran dari tamparan yang hadir dari hasil pemilihan gubernur DKI.

SALDI ISRA
Guru Besar Hukum Tata negara dan Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang; Anggota Badan Pekerja Forum Kebangsaan Gerakan Indonesia Memilih




Tidak ada komentar:

Posting Komentar