Sabtu, 30 Oktober 2010

Evakuasi Warga Merapi Terpaksa Dilakukan

Warga Merapi yang mendiami rawan bencana menolak turun untuk dievakuasi. Tim SAR terpaksa mengambil langkah evakuasi ketika muncul lava plug (sumbat lava) dan magma kental di Merapi. Karena pertimbangan itu, warga Merapi yang mendiami Dusun Pangukrejo dan Krenggota, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan disisir.

"Kami paksa bila ada yang menolak untuk dievakuasi." Penolakan ini karena takut barang-barang yang ditinggalkan hilang atau memberi pakan ternak. Ada sekitar 3.000 sapi perah dibiarkan di kandang di lereng Merapi.

Menurut Surono, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementeri ESDM mengkwatirkan magma cair di puncak Merapi.

Diberitakan pula, hujan abu vulkanis juga mencapai kawasan Yogyakarta dan Bantul di bagian Selatan Yogyakarta. Hujan abu melanda wilayah Kabupatan Magelang, Klaten dan Boyolali. Pemerintah daerah setempat membagikan masker, seperti yang dilakukan Wali Kota Yogyakarta Herry Zudianto.

Hujan abu yang berlangsung Selasa lalu menyebabkan Bandara Adisutjipto di Yogyakarta juga ditutup sekitar satu jam dari pukul 06.00 sampai 07.20 WIB. Runway sepanjang 1.100 meter yang tertutup debut setebal 2 milimeter dibersihan selama penutupan itu. Sejumlah penerbangan dialihkan ke Adisumarmo pula.

Penolakan warga Merapi untuk dievakuasi tentu juga berkaitan dengan kentalnya tradisi budaya mistis yang mengitarinya. Budaya Hindu sangatlah kental dengan ritual sesajian dan nilai-nilainya. Lahan dan bebatuan yang menghujan diyakini dapat ditahan dengan doa. Dengan kata lain, ada banyak misteri di balik letusan merapi ini termasuk mengapa warga Merapi menolak untuk diungsikan. (Disarikan dari beberapa sumber berita di Koran Tempo edisi Minggu 31 Oktober 2010)

Ancaman Merapi Meluas

Yogyakarta - Setelah letusan hari Selasa lalu (26/10), empat kali Merapi mengeluarkan campuran debu dan pasir serta awan panas ke arah tenggara, selatan, barat daya dan barat. Ini semua terjadi pada pukul 08.40 dan 08.50 .

Awan panas (wedhus gembel) meluncur ke arah Kali Gendol dengan kecepatan 300 kilometer per jam. Awan panas juga ke arah barat atau ke arah Magelang. Desa-desa di Magelang mendapatkan semburan debu vulkanik.

Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigas Bencana, Kementerian EDSM, Surno mengindasikasi dari tanda-tanda ini terjadi perubahan pola di Gunung Merapi. Jangkauan wedhus gembel sudah hingga 8 kilometer dari sebelumnya hanya 6 kilometer. Hal ini disebabkan energi letusan naik tiga kali lipat.

Karena aktifitas Merapi ini, pemerintah mempertimbangkan relokasi warga lereng Gunung Merapi. Kata Wakil Menteri PU Hermanto Dardak, relokasi ini bagian dari tahap rehabilitasi pasca tanggap darurat. Hal ini berupa rencana ulang tata ruang di lereng Merapi.

Sekarang ini pemerintah disarankan melakukan pelatihan mitagasi. Hal ini berupa penyediaan modul tentang masalah Merapi, ancamannya, bagaimana merembuk protap di desa dan memetakan desa-desa.

Gubernur Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X agak menolak usulan tersebut. Sebaliknya Pemerintah Kabupatan Magelang akan menghapus desa-desa yang rawan terkena bencana Merapi. Semua itu menunggu rekomendasi ahli gunung api tentang maksud penghapusan desa dan relokasi desa tersebut. //Koran Tempo, Sabtu 30 Oktober 2010

Jumat, 29 Oktober 2010

Menulis itu Mudah

"Menulis itu Mudah" adalah sebuah kata yang sering dibaca dan terbaca ketika kita membaca artikel tentang bagaimana cara menulis. "Menulis itu Mudah" dapat juga diartikan "setiap orang bisa menjadi penulis terkenal. Jargon "Menulis itu Mudah" dapat membuka ladang menjadi uang dan berbisnis. Apalagi sekarang ini ngetrend di Indonesia apa yang disebut berbisnis di internet (internet marketing).

Banyak orang berhasil sebagai penulis di internet, seperti SEO writer atau jenis lainnya. Di balik kata "menulis itu mudah" atau "setiap orang bisa menjadi penulis terkenal" tidak beda dengan bahasa iklan lainnya. Jargo menulis berita: "Anjing menggigit manusia" itu bukan berita tetapi berita itu bila" manusia menggigit anjing."

Menulis itu lebih cenderung saya katakan sebagai panggilan jiwa. Menulis itu pertama-tama memang harus belajar bagaimana cara menulis. Cara menuangkan kata-kata dalam kalimat. Merangkaikan kalimat. Menempatkan dalam susunan yang dapat dibaca dan dimengerti sehingga pembaca dapat mengambil hikmah. Kan sederhananya begitu.

Lalu berkembang dan memasuki arena bisnis. Dunia bisnis lah menyebabkan sekali lagi jargon "menulis itu mudah" atau "setiap orang bisa menjadi penulis terkenal" dibisniskan. Maksudnya agar kita belajar dan mengikuti kursus atau pelatihan. Itu sah-sah saja. Yang lebih penting bagi kita sendiri yang belum bisa menulis adalah berlatih secara otodidak dan terus menulis.

Bagi kita yang pemula dalam tulis menulis ini, kita juga jangan suka ikut-ikutan terlibat dalam sebuah usaha atau kegiatan tetapi bukan panggilan jiwa. Jadilah diri kita sendiri. Berdiri di atas kaki kita sendiri. Melangkah ke depan sesuai kehendak kita. Setelah itu kita memilih apa yang sesuai dengan kita. Itulah hidup.

Jadi "menulis itu mudah" atau "setiap orang menjadi penulis terkenal" akan berarti bila kemauan itu tumbuh dari diri sendiri. Jargon itu akan berhasil dan bermakna bahkan menghasilkan duit. Ya setelah itu perlu diingat bahwa menjadi penulis terkenal itu perlu upaya keras dan investasi bertahun-tahun. Kita harus melakukan itu. Mudah-mudahan ini menjadi motivasi bagi siapa yang mau menulis......

Kamis, 28 Oktober 2010

Merapi, Wasior dan Mentawai

Sekali lagi bencana alam bertubi-tubi menghantam negeri ini. Banjir besar di Wasior, Papua bersamaan itu terjadi tsunami di Pulau Mentawai dan Gunung Merapi meletus di Jawa Tengah. Ratusan korban berjatuhan. Negeri ini sekali lagi harus berduka.

Banjir di Wasior (Papua), tsunami di Pulau Mentawai dan letusan Gunung Merapi di Jawa Tengah dapat dihindari bila pemerintah dan warga negara ini menjalankan tugasnya dengan baik. Alat deteksi tsunami di Pulau Mentawai dirusak warga. Ketika tsunami datang, alat deteksi itu sedang diperbaiki di Puspitek, Tangerang Selatan. Sekali lagi perilaku kita menggeliat lagi: warga merusak dan pemerintah kurang dana untuk memperbaiki.

Banjir bandang di Wasior, Papua terjadi karena penebangan liar. Sekali lagi pengusaha yang tidak bertanggung jawab dan aparat pemerintah yang korup menjadi penyebab. Lalu, bagaimana dengan Gunung Merapi. Warga di lereng gunung tidak mau mengungsi. Korban di antaranya adalah Mbah Maridjan. Sekali lagi pemerintah juga membiarkan dan membolehkan warga berada di daerah bencana.

Bila bencana alam sudah terjadi, apakah kita masih menyalahkan alam? Semoga korban kematian dan luka tidak harus berulang terjadi di negeri ini. Jangan-jangan kita mengatakan bahwa kematian di negeri ini begitu murah. Setiap kematian adalah wajar dan lumrah untuk terjadi. Mohon direnungkan!