Rabu, 26 September 2012

Analisis 5W1H dan Claim and Supporting Paragraph atas Artikel Opini



Bedah artikel opini atau berita (hard news dan soft news) akan lebih menarik dengan dua pisau analisis 5W1H plus analisis Claim and Supporting Paragraph. Kombinasi dua pisau analisis memungkinkan kita mengembangkan analisis ke setiap kalimat. Analisis 5W1H biasanya lebih ditujukkan pada LEAD atau dua paragraf pertama di tulisan. Lebih menonjol terlihat pada artikel berita baik hard news maupun soft news. Kekurangan ini akan diisi pisau analisis kedua, yaitu Claim and Supporting Paragraph.

Di salah satu hard news Kompas Kamis (27/9/2012) di halaman pertama dengan judul Kecelakaan Diduga akibat "Human Error", leadnya adalah KMP Bahuga Jaya, kapal roll on roll off atao roro milik PT Atosim Lampung Pelayaran, tenggelam setelah bertabrakan dengan kapal tanker MT Norgas Cathinka pada Rabu (26/9) pukul 04.50. Penyebab pasti kecelakaan masih diselidiki, tetapi dugaan sementara akibat kesalahan manusia (human error).

Di alinea keduanya, "Penyebab kecelakaan tentu saja diselidiki pihak berwajib dan Mahkamah Pelayaran. Namun, saya pribadi menilai ada human error, kesalahan manusia, dalam peristiwwa ini," ujar Direktur Pelabuhan PT Angkutan, Sungai, Danau, dan Penyeberangan Indonesia Ferry, Prasetiyo Bakti Utomo, Rabu.

Dari LEAD di atas, analisis 5W1H adalah sebagai berikut:

What – KMP Bahuga Jaya, kapal roll on roll off atao roro milik PT Atosim Lampung Pelayaran,
Why – tenggelam setelah bertabrakan dengan kapal tanker MT Norgas Cathinka
When – Rabu (26/9) pukul 04.50 (Urutan menulisnya, Days diikuti dengan Time)
Where – Tidak diungkapkan tetapi menunjukkan lokasi penyeberangan Merak – Bakaheuni, Banten-Lampung.
Kesimpulan: Analisis 5W1H sudah dilakukan minimal ada tiga yang digunakan di sini: What, Why, When, Where. Kemudian, Why akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian kalimat atau paragraf berikutnya. 
KMP Bahuga Jaya, kapal roll on roll off atao roro milik PT Atosim Lampung Pelayaran, tenggelam setelah bertabrakan dengan kapal tanker MT Norgas Cathinka pada Rabu (26/9) pukul 04.50.
Why – Kalimat kedua di LEAD berisi jawaban atas pertanyaan yang timbul di benak pembaca tentang kata TENGGELAM.
Penyebab pasti kecelakaan masih diselidiki, tetapi dugaan sementara akibat kesalahan manusia (human error).
Who – Pihak berwajib dan Mahkamah Pelayaran; Direktur Pelabuhan PT Angkutan, Sungai, Danau dan Penyeberangan Indonesia Ferry yang bernama Prasetiyo Bakti Utomo
How – Penyebab kecelakaan akan dibahas lebih lanjut ditulisan ini atau dibiarkan saja.
When – Rabu
"Penyebab kecelakaan tentu saja diselidiki pihak berwajib dan Mahkamah Pelayaran. Namun, saya pribadi menilai ada human error, kesalahan manusia, dalam peristiwwa ini," ujar Direktur Pelabuhan PT Angkutan, Sungai, Danau, dan Penyeberangan Indonesia Ferry, Prasetiyo Bakti Utomo, Rabu.

Kemudian, apakah pisau analisis CLAIM and SUPPORTING PARAGRAPH? Ada dua unsur di dalam pisau analisis ini, yaitu CLAIM sendiri dan lainnya SUPPORTING PARAGRAPH. Pisau analisis CLAIM merupakan penjabaran lebih lanjut dari apa yang ada di LEAD atau pernyataan thesis. Tulisan makalah atau bab di sebuah buku atau satu buku biasanya dibangun dari satu claim utama yang terdiri dari TOPIK, CLAIM DAN OPINI. Tulisan artikel opini biasanya terdiri dari dua hingga CLAIM pendukung dari CLAIM utama di LEAD atau pernyataan thesis. Misalnya, pada artikel berita di atas LEAD-nya berkenaan dengan kapal tenggelam.

SUPPORTING PARAGRAPH adalah paragraf yang mendukung CLAIM. CLAIM pendukung biasanya menjabarkan lebih rinci pada paragraf-paragraf. Karena fungsi paragraf-paragraf itu mendukung CLAIM, maka dinamakan sebagai SUPPORTING PARAGRAPH. Rincian CLAIM itu diwakili kalimat topik (topic sentence). Kemudian, SUPPORTING PARAGRAPH diwakili di dalam paragraf dalam bentuk kalimat pendukung (suppporting sentence).

Dari penjelasan di atas, terlihat ada alur yang biasanya dinamakan benang merah dari sebuah amanah di CLAIM berupa LEAD dan Pernyataan Thesis. Bagian kesimpulan merupakan bagian tersendiri, tetapi masih merupakan satu kesatuan dari CLAIM itu sendiri. Paragraf kesimpulan biasanya mengulang kembali LEAD atau pernyataan thesis dengan dukungan data yang sudah dibuktikan di dalam CLAIM pendukung.

Agar lebih lengkap pembahasan dan penjelasannya, berikut ini diberikan contoh analisis 5W1H dan analisis CLAIM AND SUPPORTING PARAGRAPH. 

Judul dan Penulisnya. Judul harus singkat, padat dan menarik.
Defisit Penyidik KPK
Oleh Donal Fariz
Di LEAD kita harus membeda dengan pisau analisis 5W1H.
Who – Markas Besar Kepolisian Negara RI
What – Menarik 20 anggotanya yang bertugas sebagai penyidik di KPK.
Why -  Penarikan penyidik Polri dari KPK menjadi dilematis bagi KPK itu sendiri. Kemudian, Why ditambah dengan penjelasan kalimat berikutnya di bawahnya “Pasalnya, diganti atau ….”
Markas Besar Kepolisian Negara RI menarik 20 anggotanya yang bertugas sebagai penyidik di Komisi Pemberantasan Korupsi. Kondisi ini membuat KPK dilematis. Pasalnya, diganti atau tidak penyidik tersebut akan sama-sama menimbulkan ancaman bagi komisi antikorupsi ini.
Pada batang tubuh karangan, gunakan pisau analisis CLAIM AND SUPPORTING PARAGRAPH. Pada CLAIM pertama dibahas KEJANGGALAN di balik penarikan penyidik POLRI di KPK.
Kalimat topik pada paragraf ini: “Penarikan ini bukan pertama kali.”
Penarikan penyidik KPK secara tiba-tiba oleh Polri ini memang bukan yang pertama. Namun, ini setidaknya yang terbesar sepanjang KPK berjalan tiga periode. Sekadar membuka lembaran catatan masa lalu, pada kepemimpinan KPK jilid II pernah juga dilakukan penarikan terhadap empat penyuidik. Saat itu, penarikan diduga kuat karena pertikaian antara KPK dankepolisian dalam kasus “Cicak versus Buaya”.
Kalimat topik: “Penarikan kali ini juga penuh kejanggalan.” Kalimat pendukung biasanya berada setelah kalimat topik. Penjelasan ini berlaku untuk kalimat berikutnya di setiap paragraf di bawah ini.  
Sama halnya dengan kejadian sebelumnya, penarikan kali ini juga sarat dengan kejanggalan. Sulit bagi publik untuk tak mengaitkan penarikan 20 penyidik ini dengan polemik rebutan kasus simulator SIM antara KPK dan Polri. Sebab, secara momentum waktu, penarikan ini bertepatan dengan penangan kasus tersebut yang berada pada level penyidikan. Kedua institusi ini pada saat yang bersamaan menyidik kasus yang sama, di mana terdapat pula tiga pelaku yang sama.
Kalimat topik: hingga kini persoalan itu masih berlarut-larut tanpa kunjung menemui titik temu.”
Posisi kalimat topik di kalimat ketiga ini menegaskan kembali kalimat topik: “Munculnya “aksi lanjutan” berupa penarikan para penyidik oleh Polri.”
Namun, hingga kini persoalan itu masih berlarut-larut tanpa kunjung menemui titik temu. Presiden pun tak berdaya untuk sekadar memerintahkan Polri agar taat pada perintah undang-undang dan berhenti memproses perkara yang cacat hukum tersebut. Ujung-ujungnya muncul “aksi lanjutan” berupa penarikan para penyidik oleh Polri. Dalam perumpamaan yang sederhana: mengambil kasus saja dilakoni kepolisian, apalagi untuk sekadar mengambil penyidiknya.
Kalimat topik: “Kondisi ini tentu membuat KPK terguncang.”
Kondisi ini tentu membuat KPK terguncang. Beban kerja yang sangat besar tidak sebanding dengan tenaga penyidik yang tersedia. Sebagai catatan, jumlah penyidik yang tersedia saat ini hanya 87 orang dan sekarang praktis yang tersisa hanya akan ada 67 penyidik.

Di balik itu semua, penting dipahami kondisi dilematis tidak hanya dihadapi KPK manakala mereka kekurangan penyidik seperti saat ini. Ketika Mabes Polri menyodorkan penyidik baru bagi KPK pun (Kompas, 18/9) sesungguhnya juga berpotensi menjadi persoalan baru.
Kalimat topik: Dimungkinkan “masuknya “penyidik kuda troya” oleh pihak tertentu kepada KPK.
Karena momentum peralihan ini bukan tidak mungkin dimanfaatkan untuk masuknya “penyidik kuda troya” oleh pihak tertentu kepada KPK. Mulai dari sekadar mematai-matai hingga mengacak-acak skenario penangan kasus simulator SIM dan kasus lain di KPK. Di titik inilah sesungguhnya kekurangan penyidik ataupun masuknya penyidik baru bagi KPK akan menghadirkan dilema tersendiri.
CLAIM Pendukung Kedua: Penarikan Penyidik Polri dapat menguntungkan pihak-pihak yang tidak senang dengan keberadaan KPK. Siapakah dia?
Siapa diuntungkan?
Kalimat topik tidak boleh berbentuk pertanyaan dan harus berbentuk kalimat berita. Karena tidak boleh, kalimat kedua menjadi kalimat topik: “Secara khusus tentu akan menguntungkan bagi para pihak yang kasusnya sedang ditangani KPK saat ini.”
Lalu siapa pihak yang akan diuntungkan dengan defisitnya penyidik di KPK? Secara khusus tentu akan menguntungkan bagi para pihak yang kasusnya sedang ditangani KPK saat ini. Sebut saja para pihak di lingkaran kasus simulator SIM, Century, kasus Hamblaang, kasus Buopl hingga kasus Badan AnggaranDPR. Mereka akan tertawa lepas melihat KPK yang sedang rapuh.
Kalimat topik: “Merugikan agenda pemberantasan korupsi secara keseluruhan.”
Kondisi ini tentu amat merugikan bagi agenda pemberantasan korupsi secara keseluruhan. Maklum saja, KPK tidak hanya melakukan penindakan atas kasus yang mereka tangani sendiri. KPK juga menjalankan fungsi koordinasi dan supervisi terhadap kepolisian dan kejaksaan di seluruh Indonesia sebagai wujud fungsi mekanisme pemicu (trigger mechanism). Dalam banyak kasus, KPK melalui penyidiknya acapkali melakukan supervisi terhadap kasus-kasus korupsi yang macet di daerah-daerah. Fungsi tersebut juga dipastikan berpotensi terbengkalai.
Kalimat topik berupa saripati paragraf: “Penarikan penyidik ini bentuk persaingan penanganan kasus ataupun arogansi Polri.”
Persoalan penarikan penyidik ini tidak bisa dibaca dalam konteks normatif semata. Jika ilustrasi di atas benar, penarikan ini dapat diletakkan dalam kerangka persaingan penanganan kasus ataupun arogansi Polri.
Kalimat topik: “KPK harus melawan.”
Di titik ini, KPK harus melawan. Karena, seandainya KPK melemah, kejadian yang sama berupa penarikan penyidik Polri di KPK berpotensi semakin sering terjadi. Hal ini akan menjadi wabah demoralisasi bagi para penyidik yang masih bertahan di KPK saat ini.
Kalimat topik: “KPK mengusulkan opsi kepada para penyidik untuk direkrut sebagai pegawai tetap KPK.”
Salah satu strategi yang bisa ditempuh oleh KPK adalah memberikan opsi bertahan bagi para penyidik yang masih berintegritas dan memiliki kualitas yang baik untuk direkrut sebagai pegawai tetap KPK. Sudah menjadi rahasia umum, cukup banyak penyidik yang berintegritas enggan kembali ke institusi asalnya.
Kalimat topik: “Opsi ini mengacu pada PP No 63/2005 KPK.”
Opsi ini amat dimungkinkan karena jika mengacu pada PP No 63/2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK, dalam Pasal 7 PP tersebut pada intinya memungkinkan peralihan status kepegawaian menjadi pegawai tetap KPK. Jika langkah ini ditempuh, para penyidik tersebut harus berhenti dari institusi asal mereka. Sekali lagi, KPK tentu harus super selektif dalam memilih para penyidik yang demikian.
Kalimat topik berupa intisari kesimpulan: “Mempertahankan penyidik yang berkualitas dan mematahkan arogansi Polri.”  
Jika hal ini dilakukan, KPK tidak hanya akan berhasil mempertahankan penyidiknya dengan kualitas wahid. Akan tetapi, sekaligus juga mematahkan arogansi Polri yang cenderung semakin kebablasan.
Kalimat topik: “KPK harus merekrut sendiri penyidik independen.”
Pada saat yang bersamaan, upaya yang tengah dilakukan KPK untuk merekrut penyidik sendiri atau penyidik sendiri atau penyidik independen tentu juga harus dilanjutkan dan didukung secara kolektif. Sangatlah tidak layak jika KPK hanya memiliki kurang dari 100 orang penyidik untuk membersihkan republik ini yang sudah kumuh karena korupsi. Karena itu, keberadaan penyidik independen harus merupakan proyek jangka panjang untuk kelangsungan KPK dan agenda pemberantasan korupsi di negeri ini.

Donal Fariz
Peneliti Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch



Tidak ada komentar:

Posting Komentar