Mengambil hikmah dari pengalaman orang lain sama penting dengan kegiatan belajar. Salah satunya dengan mengambil hikmah dari Satjipto Raharjo seorang Guru Besra Emeritus Sosiologi Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. Pak Tjip begitu dipanggil telah menulis di koran Kompas selama 33 tahun. Tiga puluh tiga tahun adalah sebuah masa yang panjang. Apa kiat-kiatnya yang dapat kita ambil hikmahnya?
Pertama, Pak Tjip katakan pokok pikiran yang hanya tiga empat baris di tulisan ilmiah murni dapat ditulis menjadi 10 baris di tulisan ilmiah populer. Dengan penjabaran yang lebih luas, ilmu hukum yang kering dan kurang menarik menjadi gagasan yang segar dan menarik. Ternyata ilmu hukum itu berguna dalam kaitan dengan masyarakat pada umumnya, katanya.
Kedua, Pak Tjip telah menulis 367 artikel seperti yang tertulis di Database Pusat Informasi Kompas. Pak Tjip mengembangkan tulisan dengan proses kreatif, memberi ilustrasi karena menulis itu seni. Seni berarti kencing atau buang air kecil. Perasaan lega dirasakan setelah kencing atau buang air kecil itu dilakukan. Dengan menulis, tulisan sebagai buah dari kegiatan logika keluar dari kepala kita.
Ketiga, untuk melengkapi kegiatan seninya, Pak Tjip melengkapi dengan daftar referensi buku-buku yang berjumlah ratusan judul di perpustakaan pribadinya di rumahnya. Ketika menulis di depan komputer, Pak Tjip juga merasa dia sedang berbicara di depan khalayak ramai. Akibatnya, Pak Tjip dapat menulis satu tulisan dari dua-tiga jam hingga dua-tiga minggu. Beliau butuh kontemplasi.
Poin ketiga ini berkenaan dengan referensi buku, merasakan berbicara di depan khalayak ramai dan kontemplasi membuat sebuah tulisan itu berbobot. Kadang kala ketiga faktor ini mempengaruhi hasil tulisan yang sedang dibuat. Akibatnya sebuah tulisan dapat selesai dibuat hingga dua-tiga minggu. Rasa lega setelah menyelesaikan sebuah tulisan menjadi variabel penting di sini.
Keempat, yang tidak kalah penting adalah Pak Tjip masih merasa harus melakukan latihan intelektual, membaca dan menulis. Seorang penulis yang telah menulis selama 33 tahun masih merasa perlu untuk berlatih secara intelektual, membaca dan menulis. Bagaimana dengan kita sebagai seorang penulis muda? Tentu pengakuan secara tidak sadar dari Pak Tjip merupakan cambuk bagi kita bahwa berlatih dalam kaitan dengan intelektual, membaca dan menulis merupakan sebuah kata wajib.
Semoga empat poin hikmah yang dapat kita ambil dari pengalaman Pak Tjip. Beliau telah menulis selama 33 tahun. Pengalaman panjang ini perlu kita lanjutkan dalam bentuk pembuktian di lapangan. Setiap penulis memiliki action field sendiri. Dengan kata lain, seorang penulis harus berlatih dan bertanding secara teratur di atas action field itu.
Catatan: Tulisan ini terinspirasi dari artikel di koran Kompas dengan judul ” Satjipto, 33 Tahun Menulis Artikel”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Saya berkeinginan untuk menjadi penulis.. Tapi ternyata itu benar benar tidak mudah. Jangankan saya, Pak Tjip aja butuh 33 tahun, masih tetap merasa terus untuk berlatih secara intelektual, membaca dan menulis.. Luar biasa sekali, itu seumuran dengan saya.
BalasHapusAlhamdulillah blog ini banyak memberikan pencerahan bagi saya pribadi. Saya benar-benar ingin jadi penulis, seperti apa yang pernah saya utarakan pd salah satu posting artikel di blog saya. Judul artikel tersebut Dengan blog ini saya ingin bisa menulis
Saya harap bapak tetapa terus menulis tentang tips-tips yang mencerahkan tentang cara menulis ini..
Kuli Publik