Sabtu, 05 Februari 2011

Bagaimana Tulisan Bisa Dimuat di Kompas

Saking sukarnya artikel opini dimuat di Kompas, wartawan koran tersebut membocorkan rahasianya. Tentu standar artikel opini yang dimuat di surat kabar ini tinggi. Apalagi imbalan dari artikel opini yang dimuat juga tinggi. Wartawan Pepih Nugraha menyebutkan 17 sebab artikel opini ditolak.

Penulis memilah 17 sebab itu dalam tiga hal yang berkaitan dengan: tema atau gagasan tulisan, teknis penulisan, sumber tulisan. Tema atau gagasan tulisan harus menjadi perhatian. Acapkali penulis kurang memperhatikan ini. Misalnya, tulisan dibuat tanpa memperhatikan konteks berita yang sedang berkembang di surat kabar.

Berkenaan dengan tema atau gagasan, Pepih Nugraha menyebutkan hal itu berkenaan dengan topik atau tema kurang aktual; cakupan terlalu mikro atau lokal; konteks kurang jelas; uraian terlalu sumir; diskusi kurang berimbang; uraian tidak membuka pencerahan baru; uraian terlalu datar dan uraian ditujukan kepada orang.

Penulis harus jelis untuk menguraikan bahasan tulisan sedemikian rupa agar artikel opininya dimuat. Secara tema memang bisa dianggap bagus, tetapi ketika cakupan terlalu mikro atau lokal atau uraian terlalu sumir atau diskusi kurang berimbang atau uraian tidak membuka pencerahan baru atau terlalu datar memang terasa hambar artikel itu. Apalagi artikel itu ditujukan kepada orang bukan khalayak umum. Pantaslah artikel itu tidak diterima! Apalagi disertai dengan argumen dan pandangan bukan hal baru.

Berkenaan dengan hal teknis penulisan, ada 9 dari 17 sebab sebuah artikel ditolak oleh Desk Opini Kompas. Hal ini berkaitan dengan cara penyajian berkepanjangan; pengungkapan dan redaksional kurang mendukung; bahasa terlalu ilmiah/akademis, kurang populer; gaya tulisan pidato/makalah/ kuliah; terlalu banyak kutipan; alur uraian tidak runut; alinea pengetikan panjang-panjang.

Memang kata kunci dalam artikel opini adalah kalimat sederhana. Kalimat yang dibuat diupayakan dilihat lebih seksama. Kalimat dirubah sedemikian rupa agar menjadi kalimat sederhana. Kemudian perhatian panjang halaman terbatas. Hal lainnya juga penting. Bahasa bertutur lebih enak digunakan. Bahasa yang terlalu ilmiah/akademis atau sebaliknya gaya tulisan untuk pidato/makalah/kuliah juga harus dihindari.

Lalu bagaimana kita bisa melewati rintangan dan hambatan teknis penulisan adalah dengan berlatih. Lebih sering lagi untuk menulis. Hal ini membuat kita terbiasa dengan lingkungan koran.

Faktor terakhir adalah berkenaan dengan sumber tulisan. Inilah yang melengkapi dan memperjelas artikel opini kita. Janganlah kita menjadi plagiat. Seorang penulis sejati harus memahaminya. Bila sebagian besar penyebab artikel opini tidak dimuat oleh Desk Opini Kompas dapat diatasi, berikutnya adalah berdoa. Semoga tulisan kita dapat dimuat. Amiiin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar