Senin, 23 Juli 2012

Membedakan Fakta dan Opini

Paragraf adalah sebuah unit yang terikat menjadi satu kesatuan melalui  gagasan yang ada di dalam kalimat utama (topic sentence). Pengembangan paragraf dapat dilihat dari aspek penggunaan fakta dan opini di dalam paragraf. Fakta dan opini saling jalin menjalin melalui kalimat penunjang membentuk satu kesatuan unit di sebuah paragraf. Karena kedudukan fakta dan opini penting di dalam sebuah paragraf, lebih baik di sini kita melihat apakah sih perbedaan antara fakta dan opini. Dengan mengetahui perbedaan itu dengan seksama, seorang penulis dapat mengembangkan paragraf dengan sebaik-baiknya.

Kita memulai pembahasan ini dengan melihat beberapa contoh di bawah ini:

  1. Anggaran birokrasi pada APBN tahun 2011 membengkak hingga 233% atau Rp126,5 trilyun dibandingkan dengan tahun 2005.
  2. Anggaran Tim Nasional Penanggulan Kemiskinan sebesar Rp14,7 milyar.
  3. Komisi Hukum Nasional mempunyai anggaran Rp 11 milyar lebih per tahun, kemudian Dewan Pertimbangan Presiden yang tugasnya hanyalah memberi masukan dan pertimbangan pada presiden punya anggaran sampai hampir Rp 49 milyar.
  4. Dana APBN kembali boros untuk membayar lembaga-lembaga ad hoc.
  5. Kebiasaan pemerintah membentuk berbagai lembaga adhoc ini tidak pernah dievaluasi efektifitasnya.

Dari lima contoh di atas, kita dapat menganalisis mana yang merupakan fakta dan mana yang merupakan opini. Sebelum menganalisis contoh-contoh di atas, pertama-tama kita harus mengetahui perbedaan antara fakta dan opini dengan sejelas-jelasnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), fakta adalah hal (keadaan, peristiwa) yang merupakan kenyataan; sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi, sedangkan opini diartikan sebagai pendapat, pikiran dan pendirian. Secara definisi, fakta adalah suatu peristiwa, keadaan atau hal yang memang terbukti kebenarannya sebagai suatu kenyataan atau sesuatu yang benar-benar terjadi. Kemudian, opini adalah suatu pernyataan yang berisi pendapat, pikiran dan pendirian seseorang.

Dengan demikian, kita dapat menganalisis lima contoh di atas. Dapat dikatakan, tiga contoh pertama merupakan fakta dan dua contoh berikutnya (nomor 4 dan 5) adalah opini. Mengapa tiga contoh pertama adalah fakta. Anggaran birokrasi  setiap tahun pasti tercatat dan tidak pernah akan berubah pencatatannya di satu dokumen ke dokumen lainnya. Oleh sebab itu, rincian anggaran birokrasi secara total seperti ditunjukkan pada nomor satu atau per lembaga negara seperti terlihat pada contoh 2 dan 3 merupakan fakta sebagai suatu peristiwa, keadaan atau hal  apa adanya. Kemudian, mengapa dua contoh berikutnya pada nomor 4 dan 5 adalah opini, penulis tersebut memberi tanggapan atau penilaian atas anggaran birokrasi itu sebagai boros (pada nomor 4) dan tidak pernah dievaluasi efektifitasnya (pada nomor 5).

Seperti dijelaskan di atas, fakta dan opini mengembangkan sebuah paragraf secara jalin menjalin, maka dapat disimpulkan fakta dan opini selalu muncul secara bersama-sama. Secara bersama-sama, dapat diartikan sebagai fakta muncul terlebih dahulu atau opini muncul terlebih dahulu. Fungsi fakta akan berbeda-beda bergantung pada muncul terlebih dahulu atau berikutnya. Dalam satu aksioma disebut seorang penulis menempatkan fakta sebagai dasar sebuah pendapat, maka dia memunculkan fakta terlebih dahulu dan kemudian diikuti dengan pendapat . Sebaliknya, bila fakta muncuk setelah pendapat, maka fakta berfungsi sebagai penjelas atas sebuah pendapat.

Kita dapat menganalisis kembali sebuah artikel dengan judul Dana APBN Boros Biayai Lembaga Ad Hoc (dengan modifikasi sedemikian rupa). Untuk fakta muncul terlebih dahulu dan kemudian diikuti dengan fakta adalah sebagai berikut:

Lembaga-lembaga negara menyumbang pemborosan cukup banyak pada  ongkos birokrasi. Komisi Hukum Nasional beranggaran Rp11 milyar lebih per tahun, Dewan Pertimbangan Presiden beranggaran sampai hampir Rp49 milyar dan Tim Nasional Penanggulangan Kemiskinan beranggaran Rp14.7 milyar. Ini belum termasuk Satgas Perlindungan TKI yang baru saja dibentuk.

Kemudian, Untuk fakta muncul berikutnya setelah pendapat, fungsinya sebagai penjelas sebuah pendapat. Contohnya adalah sebagai berikut:

Anggaran birokrasi semakin membebani APBN. Anggaran birokrasi pada APBN 2011 membengkak hingga 233% atau Rp126,5 trilyun dibandingkan pada tahun 2005. Dengan kata lain, lembaga-lembaga ad hoc ini salah satu faktor penyebab tingginya anggaran birokrasi, tetapi tanpa dirasakan dampaknya terhadap perbaikan layanan birokrasi pemerintah.

Dengan demikian terlihat jelas, setelah mengetahui perbedaan antara fakta dan opini dengan sejelas-jelasnya, seorang penulis dapat semakin kreatif mengeksploitasi keduanya di dalam pengembangan paragraf. Ayo terus berkreasi!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar