Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa kembali mengunjungi kediaman Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umuar 27, Jakarta Pusat. Hatta bertemu dengan Taufiq Kemas dan Puan Maharani. Diakui bahwa pertemuan ini bagian dari upaya koalisi untuk membuka komunikasi dengan semua pimpinan partai. Para pengamat sedang menunggu-nunggu keberanian SBY mendepak Golkar dan PKS dari koalisi pemerintah setelah kedua partai tersebut mendukung Angkat Mafia Pajak.
Perkembangan koalisi ini menjadi semakin menarik. Apakah Angket Mafia Pajak ini merupakan sebuah manuver dari Demokrat untuk menendang Golkar dan PKS, kita tunggu perkembangan selanjutnya. Anehnya hak angket DPR RI ini pada awalnya mendapat dukungan penuh dari Demokrat. Demokrat sendiri adalah inisiator angket ini, kemudian berbalik menolaknya. Sebaliknya, Golkar berbalik dari menolak menjadi mendukung angket tersebut. Keanehan ini perlu diperjelas tentang arah koalisi ini dibawa. Apakah Sekretaris Gabungan sendiri telah membuat kesepakatan tentang hak angket ini atau hanya menonjolkan kepentingan partai-partai besar?
Angket ini menjadi penting karena bila disahkan DPR mempunyai hak penyelidikan dalam kaitan dengan mafia pajak yang terjadi. Hal angket DPR RI diatur dalam Pasal 20A ayat (2) UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945, Pasal 27 UU Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD, dan Pasal 176-183 Peraturan Tata Tertib DPR. Meskipun produk sistem parlementer, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa hak angket ini masih berlaku berdasarkan ketentuan Pasal I Aturan Peralihan UUD 1945. Ketentuan Pasal 176 ayat (1) Peraturan Tata Tertib DPR menegaskan bahwa hak angket digunakan untuk menyelidiki “kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.”
Mafia pajak disinyalir telah mengurangi pendapatan negara sebesar Rp280 milyar per tahun. Angka ini sangat fantastis. Kita harus melihat esensi ini daripada membungkus masalah ini secara politis. Apalagi Demokrat dan Golkar sendiri sebagai bagian dari koalisi pemerintah lebih cenderung bermanuver sendiri. Kedua partai politik tersebut seharusnya bermanuver atas nama anggota koalisi pemerintah. Ternyata, ketika ada yang bersikap mendukung Demokrat mengambil langkah drastis berupa ancaman mengeluarkan dukungan atas Golkar dan PKS yang mendukung hak angket tersebut.
Koalisi pemerintah ini sendiri tidak berjalan berdasarkan nilai-nilai etika berpolitik dan konstitusi negara ini. Kepentingan jangka pendek lebih terlihat terutama partai-partai besar, yaitu Demokrat dan Golkar. Tidak berjalannya etika berpolitik dan penegakan konstitusi ini menyebabkan kita harus bertanya apakah pemerintah SBY berani menuntaskan kasus Century, kasus Gayus, kasus korupsi di tubuh POLRI, skandal cek pelawat, pengkerdilan KPK dan lainnya. Kita kuatir pemerintah SBY lebih cenderung berwacana daripada menyelesaikan kasus-kasus tersebut. Yang lebih tepat kita melihat komitmen Demokrat dalam penegakan nilai-nilai etika berpolitik dan konstitusi negara.
Kemudian, terlihat jelas sekretaris gabungan (Setgab) tidak berjalan secara berhasil guna. Dominasi Demokrat dan Golkar lebih utama dalam koalisi tersebut. Masing-masing partai koalisi pemerintah dalam Setgab tidak diperlakukan secara sama. Banyak kepentingan jangka pendek dimainkan pada tingkat Setgab ini. Hal ini terutama dari pihak Demokrat dan Golkar.
Kemudian, pejabat teras Demokrat sendiri sering menggunakan media sebagai corong. Politik berwacana terlihat dominan dalam pemerintahan SBY. Yang mudah sebenarnya pihak Demokrat dan pemerintah menyelesakan kasus-kasus yang sedang berkembang dengan segera mungkin.
Apabila SBY dan Demokrat sendiri tidak mengambil langkah yang lebih baik, percuma saja penggantian anggota koalisi dari mendepak Golkar dan PKS dan memasukkan PDIP dan Gerindra. Kelemahan sebenarnya bukan berada di tingkat Setgab dan anggota koalisi pemerintah tetapi pada SBY dan Demokrat itu sendiri.
Kita sebenarnya menunggu kearifan para pemimpin negara ini dalam bernegara. Kearifan dan kebijakan seorang pemimpin sangatlah diperlukan. Rakyat membutuhkan penyelesaian berbagai kasus itu segera. Pemerintah SBY harus mengedepankan kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Bila grand strategy ini ada di tingkat Setgab koalisi pemerintah, maka media massa tidak perlu diisi dengan wacana yang tidak perlu seperti itu. Semoga harapan ini dapat didengar pihak SBY, Demokrat dan koalisi pemerintah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar