Belajar menulis artikel opini tidak hanya membolak-balik
membaca teori menulis. Itu memang penting. Membaca teori menulis hanya
ibaratnya Anda latihan perang. Belajar menulis harus ditingkatkan dengan terus
menulis sendiri. Ibarat Anda disuruh terjun ke medan peran. Segala teori menulis mulai
dipraktekkan. Oleh karena itu, tuangkan tulisan-tulisan Anda setiap waktu.
Salah satu membantu membantu kemampuan tulis menulis Anda
adalah menganalisis artikel opini orang lain. Analisis ini akan menjadi seperti
pisau yang terus terasah tajam. Kapanpun Anda siap menggunakannya. Ketajaman
pisau ini semakin bermakna bila Anda pandai menggunakan pisau analisis ini. Di
bawah ini Anda diberikan cara menggunakan pisau analisis ini berupa 12 poin
pertanyaan yang Anda harus jawab semua. Bila belum bisa Anda jawab, maka Anda
harus merubah tulisan Anda agar memenuhi persyaratan di dalam check list di
bawah ini. Di bawah check list itu, penulis juga menyertakan dengan analisis
tulisan atas artikel opini dengan judul Tamparan
Menuju 2014 dari Saldi Isra. Selamat mencoba!
Check list dalam menilai tulisan Anda
_____ 1. Claim Anda dapat dibahas, spesifik dan berfungsi
sebagai mini-thesis
_____ 2. Setiap paragraf hanya berisi satu tujuan utama yang
dinyatakan dalam claim (kalimat topik)
_____ 3. Anda memilih data bukti sebelum menulis artikel
opini daripada menggunakan "metode memasukkan kutipan di sini."
_____ 4. Anda mengintegrasikan data bukti (kutipan) dengan
apik dan enak dibaca ke dalam tulisan Anda sendiri.
_____ 5. Anda tidak memasukkan kutipan panjang ke dalam
tulisan Anda. Anda memilih kutipan pendek dan bermakna.
_____ 6. Data bukti Anda tidak dapat berdiri sendiri tetapi
menghendaki perhatian melalui pemahaman yang mendalam atas teks (close-reading) dan penjelasan.
_____ 7. Di dalam paragraf tubuh karangan Anda akan
menggunakan lebih banyak waktu untuk menjelaskan HOW bukti tekstual berfungsi
atau WHY penting daripada menjelaskan atau menafsirkan tentang WHAT.
_____ 8. Kebenaran umum tidak hanya berupa mengikhtisarkan
kutipan atau menyatakan kembali kutipan dengan menggunakan bahasa yang
berbunga-bunga
_____ 9. Kebenaran umum menjelaskan HOW kutipan berhubungan
atau menunjukkan claim Anda.
_____ 10. Kebenaran umum Anda menjelaskan WHY kutipan itu
penting untuk mendukung pernyataan thesis artikel opini Anda.
_____ 11. Kebenaran umum menghadirkan hal spesifik di dalam
kutipan (diksi pemahaman yang mendalam, identifikasi dan penjelaskan literatur
atau perangkat retorika: metafora, anthropomorphisme, ethos, logos, pathos dan
sebagainya).
_____ 12. Kebenaran umum Anda tidak terlalu jauh dalam
penafsirannya.
Pernyataan Thesis:
Pasangan Jokowi-Ahok merupakan pasangan alternatif dari partai politik yang
melakukan proses secara tertutup dan tidak baku
Claim I:
Fenomena Jokowi-Ahok dapat mengalahkan Foke-Nara
Topic Sentence in
the 1st Supporting paragraf: Foke-Nara harusnya menang
|
Tamparan Menuju 2014
Oleh Saldi Isra
Tanpa harus menunggu perhitungan akhir Komisi Pemilihan
Umum Daerah, hasil pemilihan gubernur DKI Jakarta: pasangan calon Joko
Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Joko-Basuki) menang atas pasangan Fauzi
Bowo-Nachrowi Ramli (Foke-Nara).
Bahkan, tak perlu lama pula, Fauzi Bowo pun langsung
memberikan ucapan selamat kepada Jokowi. Dalam batas penalaran yang wajar,
hasil pemilihan gubernur DKI Jakarta seharusnya dimenangkan oleh pasangan
Foke-Nara. Selain posisi Foke yang petahana gubernur DKI Jakarta, pasangan
Foke-Nara didukung pula oleh koalisi Partai Demokrat, Golkar, Hanura, PAN,
PKB, PBB, PMB, PKNU, PPP, dan PKS. Berdasarkan hasil pemilu anggota DPRD DKI
Jakarta 2009, koalisi tambun (over-size) parpol pendukung Foke-Nara ini
meraih lebih dari 73 persen suara pemilih.
|
Supporting
Paragraph: Jokowi-Ahok harusnya kalah
|
Sementara itu, masih dalam batas penalaran yang wajar
pula, harusnya duet Jokowi-Basuki tak masuk putaran kedua, apalagi memenangi
pemilihan. Selain bukan petahana di DKI Jakarta,
Jokowi-Basuki hanya didukung oleh PDI-P dan Gerindra dengan dukungan suara
kurang dari 16 persen pemilih. Jikalau hanya melihat basis dukungan parpol,
capaian Jokowi-Basuki dapat dinilai amat fenomenal.
|
Supporting
Paragraph: Sebab Jokowi-Ahok menang
|
Dari berbagai perspektif, kemenangan Jokowi-Basuki adalah
bentuk kemenangan akal sehat dan sekaligus kehancuran pragmatisme parpol
pendukung Foke-Nara. Dikatakan begitu, gejala umum yang berkembang, parpol
lebih mengandalkan dukungan uang dan kekuasaan daripada figur yang punya
pemahaman kuat terhadap kebutuhan rakyat.
|
Supporting
Paragraph: Logika pemilih mengalahkan logika parpol1
|
Merujuk bentangan fakta hasil pemilihan gubernur DKI, yang
perlu dapat apresiasi adalah logika pemilih tak mau ditaklukan oleh logika
parpol. Bahkan, saat parpol berjalan dengan logikanya sendiri, berapa pun
banyak dan besarnya koalisi dibangun, pemilih mampu membuktikan, daulat
rakyat lebih mangkus dibandingkan daulat parpol.
|
Supporting
Paragraph: Kekalahan Foke-Nara harus dibaca sebagai bentuk hukuman nyata
pemilih bagi parpol yang tak peduli dengan suara rakyat
|
Apabila diletakkan dalam konteks target yang hendak
dicapai dari pemilu, kekalahan Foke-Nara harus dibaca sebagai bentuk hukuman
nyata pemilih bagi parpol yang tak peduli dengan suara rakyat. Bahkan lebih
jauh dari itu, hasil pemilihan gubernur DKI benar-benar menjadi tamparan
hebat di tengah hegemoni parpol menuju Pemilu 2014.
|
Claim II:
Hadirnya duet Jokowi-Basuki tetap harus dipandang sebagai
bentuk hegemoni parpol dengan proses yang sentralistik (top-down).
Supporting
paragraph: Pasangan Jokowi-Basuki sebagai eksperimen PDI-P dan Gerindra
|
Tetap sentralistik
Hadirnya pasangan Jokowi-Basuki memang terbilang unik.
Selain pendatang baru di tengah belantara politik Jakarta, keduanya lebih
tepat dikatakan sebagai eksperimen PDI-P dan Gerindra di tengah
"kerumunan" parpol yang sejak semula cenderung merapat ke
Foke-Nara. Karena itu, tidak terlalu berlebihan pendapat politikus senior
Partai Golkar, Zainal Bintang, hasil Pilkada DKI menunjukkan bulan madu
politik pencitraan dan parpol yang hanya berorientasi pada kekuasaan sudah di
ujung senja (Kompas, 22/9).
|
Supporting
Paragraph: Tawaran tokoh alternatif juga ada pada pasangan Faisal Basri –
Biem Benjamin.
|
Sebetulnya, tawaran untuk memilih tokoh alternatif tidak
hanya bersumber dari duet Jokowi-Basuki. Ketika putaran pertama, Faisal
Basri-Biem Benjamin juga hadir sebagai calon alternatif. Dengan adanya calon
alternatifyang tidak tunggal, keberhasilan pasangan Jokowi-Basuki membuktikan
bahwa calon alternatif masih perlu dukungan mesin yang efektif untuk meraih
dukungan pemilih. Tanpa itu, bukan tidak mungkin nasib yang menimpa
Faisal-Biem akan berlaku pula kepada Jokowi-Basuki.
|
Supporting
Paragraph: Hadirnya pasangan Jokowi-Basuki belum merupakan hasil dari
sebuah proses parpol yang terbuka dan partisipatif
|
Terlepas dari keberhasilan pasangan racikan PDI-P dan
Gerindra ini, apabila boleh sedikit menoleh ke belakang, hadirnya pasangan
Jokowi-Basuki belum merupakan hasil dari sebuah proses parpol yang terbuka
dan partisipatif. Dengan posisi itu, hadirnya duet Jokowi-Basuki tetap harus
dipandang sebagai bentuk hegemoni parpol dengan proses yang sentralistik (top-down). Untungnya hasil pilihan
hegemoni masih bisa diterima pemilih sebagia tokoh alternatif.
|
Supporting
Paragraph: Pasangan Jokowi-Basuki bukan hasil dari proses terbuka dengan
pola bottom-up tetapi kaku, tanpa
pola dan tertutup.
|
Sekiranya Jokowi-Basuki ditawarkan sebagai hasil dari
sebuah proses yang terbuka dengan pola yang bottom-up, kehadirannya akan kelihatan lebih elegan dan orisinal.
Banyak kalangan berpikir, dengan proses yang partisipatif, parpol dipaksa
memiliki pola yang demokratis dalam mengajukan calon guna mengisi jabatan
politik strategis, termasuk dalam pengisian jabatan kepala daerah. Tanpa
sebuah pola yang baku,
hegemoni parpol sulit dipangkas. Dalam proses pemilihan gubernur DKI,
misalnya, parpol bisa menawarkan calon alternatif yang diterima rakyat.
Namun, karena pola internal yang tidak baku
dan tak terbuka, sangat mungkin di tempat lain terjadi perilaku yang
sebaliknya.
|
Claim III:
Kehadiran tokoh alternatif di Pemilu 2014 suatu yang tidak mungkin
Supporting Paragraph: Sejauh ini belum kelihatan partai
membuka dan menyediakan ruang bagi calon alternatif
|
Menuju 2014
Merupakan pilihan bijak sekiranya kita segera keluar dan
meninggalkan euforia kemenangan duet Jokowi-Basuki. Menuju Pemilu 2014,
terutama pemilihan presiden (dan wakil presiden), berharap kepada parpol
untuk menghadirkan tokoh alternatif sangat mungkin seperti seekor burung
pungguk merindukan bulan. Bagaimanapun, sejauh ini belum kelihatan partai
membuka dan menyediakan ruang bagi calon alternatif.
|
Supporting
Paragraph: Parpol lebih banyak memosisikan diri sebagai “perahu” bagi
elite tertinggi menuju 2014
|
Kalau ada yang berpandangan bahwa kemunculan Jokowi-Basuki
membuka peluang munculnya kader potensial dari internal parpol yang selama
ini terhalang hegemoni elite tertinggi parpol menuju Pemilu 2014, pandangan
demikian akan segera terkoreksi. Melihat gejala saat ini, parpol lebih banyak
memosisikan diri sebagai “perahu” bagi elite tertinggi menuju 2014. Pola yang
mapan terbangun, posisi sebagai elite
tertinggi parpol menjadi semacam jalan bebas hambatan menuju posisi RI-1atau
RI-2.
|
Supporting
Paragraph: Kader potensial yang berasal dari internal parpol yang
berpeluang jadi calon alternatif sulit muncul ke permukaan.
|
Karena itu, kader potensial yang berasal dari internal
parpol yang berpeluang jadi calon alternatif sulit muncul ke permukaan. Dalam
hal ini, figur seperti Teras Narang dan Ganjar Pranowo (PDI-P), Jusuf Kalla
dan Hajriyanto Tohari (Golkar), Yuddy Chisnandi (Hanura), Lukman Hakim
Saifuddin (PPP), Fadli Zon (Gerindra), serta puluhan nama lainnya tak mungkin
menjadi figur alternatif. Mereka hanya mungkin hadir sekitarnya parpol
melakukan pross perekrutan yang bottom-up
dan terbuka
|
Supporting
Paragraph: Calon alternaif dari luar parpol jauh lebih sulit
|
Kalau yang dari internal tidak mudah, tentunya calon
alternaif dari luar parpol jauh lebih sulit. Merujuk aturan yang ada,
kesulitan ini benar-benar jadi jalan buntu karena tak tersedianya ruang bagi
calon perseorangan (yang bukan diajukan parpol) menjadi calon presiden.
Karena itu, figur seperti Moh Mahfud MD, Anies Baswedan, Irman Gusman, Imam B
Prasodjo, Teten Masduki, dan sederetan nama lain sulit hadir menjadi calon
sebagai alternatif. Bahkan kalau publik mendesak PDI-P dan Gerindra
mengajukan Jokowi kembali sebagai calon alternatif menuju Pemilu 2014, kedua
parpol ini pasti akan menolak.
|
Supporting
Paragraph: Akan munculnya calon alternatif dalam Pemilu 2014 hampir
mustahil terjadi
|
Dalam batas-batas tertentu, hasil pemilihan gubernur DKI
Jakarta memberi sedikit “kemewahan” dalam panggung politik negeri ini. Namun,
kemewahan akan munculnya calon alternatif dalam Pemilu 2014 hampir mustahil
terjadi. Kemustahilan itu hanya mungkin meluruh kalau parpol mau dan mampu
menghambil pelajaran dari tamparan yang hadir dari hasil pemilihan gubernur
DKI.
|
|
SALDI ISRA
Guru Besar Hukum
Tata negara dan Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas
Andalas, Padang; Anggota Badan Pekerja Forum Kebangsaan Gerakan Indonesia
Memilih
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar